A.
Prestasi
Belajar
1.
Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih,
berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. [1]
Cronbach mengemukakan bahwa learning
is shown by change in behaviour as a result of
experience (belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh
perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman). Sedangkan, Geoch, mengatakan : “Learning is a change in
performance as a result of practice”(belajar adalah perubahan dalam penampilan
sebagai hasil praktek).[2]
Definisi belajar dapat ditinjau dari
sudut pandang yang berbeda-beda, diantaranya: 1). Kuantitatif ,(ditinjau dari
sudut jumlah, belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan
kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang
dari sudut banyaknya materi yang dikuasai siswa. 2). Institusional (tinjauan
kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses “validasi” atau pengabsahan
terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukkan siswa
telah belajar dapat diketahui sesuai proses mengajar. Ukurannya, semakin baik
mutu guru mengajar, semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian
dinyatakan dalam bentuk skor. 3) kualitatif (tinjauan mutu) ialah arti-arti
memperoleh pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling
siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya fikir dan
tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti
dihadapi siswa.[3]
Pada dasarnya belajar ialah tahapan
perubahan perilaku siswa yang felatif positif dan menetap sebagai hasil
interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
SumadiSuryabrata menyimpulkan bahwa
belajar itu membawa perubahan yang terjadi karena adanya usaha dan mendapatkan
keterampilan baru.[4]
Slameto mendefinsikan, belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.[5]Seseorang itu
belajar karena interaksi dengan lingkungannya .belajar itu senantiasa merupakan
perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya
dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.Belajar
adalah sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke
perkembangan pribadi manusia seutuhnya,
yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif
dan psikomotorik.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwabelajar merupakan usaha sadar dalam perubahan tingkah laku, yang terjadi
karena hasil pengalaman-pengalaman baru sehingga menambah pengetahuan yang ada
di dalam diri seseorang.
a. Prestasi Belajar
Kemampuan
intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh
prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu
dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh
siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan
atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan
dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.[1]
Winkel
(1996) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang
telah dicapai oleh seseorang.Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum
yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.[2]
Benyamin
S. Bloom, prestasi belajar merupakan hasil perubahan tingkah laku yang meliputi
tiga ranah kognitif terdiri atas : pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi.[3]
Pengertian
prestasi belajar sendiri menurut Syaiful Bahri Djamarah adalah hasil yang
diperoleh berupa kesan – kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu
sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar dan diwujudkan dalam bentuk nilai
atau angka.[4]
Slamento
Abdul Hadis mengatakan bahwa “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
individu dalam memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
individu dengan lingkungannya.[5]
Menurut
Muhibbin Syah (2008) prestasi belajar adalah keberhasilan murid dalam
mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang
diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.Sedangkan
menurut Taulus Tu’u (2004) prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau
keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan
nilai tes atau angka ynag diberikan oleh guru.[6]
Jadi, prestasi belajar siswa dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Prestasi belajar siswa adalah hasil belajar yang dicapai siswa
ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran disekolah.
2.
Prestasi belajar tersebut terutama dinilai oleh aspek kognitifnya
karena bersangkutan dengan kemampuan siswa dalam pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintes dan evaluasi.
3.
Prestasi belajar siswa dibuktikan dan ditunjukan melalui nilai atau
angka nilai dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa
dan ulangan-ulangan atau ujian yang ditempuhnya.
A.
Evaluasi
Prestasi Belajar
Istilah Evaluasi atau penilaian
adalah sebagai terjemahan dari istilah asing “Evaluation”. Dan sebagai panduan,
menurut Benyamin S. Bloom (Handbook on Formative and Sumative Evaluation of
Student Learning) dikemukakan bahwa: Evaluasi adalah pengumpulan bukti-bukti
yang cukup untuk kemudian dijadikan dasar penetapan ada-tidaknya perubahan dan
derajat perubahan yang terjadi pada diri siswa atau anak didik.
Evaluasi artinya penilaian terhadap
tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah
program. Kata lain yang sepadandengan kata evaluasi dan sering digunakan untuk
menggantikan kata evaluasi adalah tes, ujian dan ulangan. Istilah evaluasi
biasanya digunakan untuk menilai hasil belajar para siswa pada akhir jenjang
pendidikan tertentu, seperti Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS)
yang kini disebut Ujian Akhir Nasional (UAN).
Aktivitas belajar perlu diadakan
evaluasi . Hal ini penting Karena dengan evaluasi kita dapat mengetahui apakah
tujuan belajar yang telah ditetapkan dapat tercapai atau tidak.
Istilah evaluasi sering dikacaukan
dengan pengukuran, keduanya memang ada kaitan yang erat, tetapi sebenarnya
mengandung titik beda. Menurut Sumadi Surya brata pengukuran mencakup segala
cara untuk memperoleh informasi yang dapat dikuantifikasikan. Sedangkan
evaluasi menekankan penggunaan informasi yang diperoleh dengan pengukuran
maupun dengan cara lain untuk menentukan pendapat dan membuat
keputusan-keputusan pendidikan.
Evaluasi dilaksanakan berkenaan
dengan situasi sesuatu aspek dibandingkan dengan situasi aspek lain akhirnya
terjadilah suatu gambaran yang menyeluruh yang dapat dipandang dari berbagai
segi. Evaluasi juga dilakukan dengan cara membanding-bandingkan situasi
sekarang dengan situasi yang lampau atau situasi yang sudah lewat.
Adapun aspek-aspek kepribadian yang harus diperhatikan merupakan
objek di dalam pelaksanaan evaluasi tersebut, menurut Nasrun Harahap, adalah
sebagai berikut:
1.
Aspek-aspek tentang berpikir, meliputi :inteligensi, ingatan, cara
menginterpretasi data, pokok-pokok pengajaran, dan pemikiran yang logis;
2.
Dari segi perasaan sosialnya, meliputi: kerja sama dengan kawan
sekelasnya, cara bergaul, cara pemecahan masalah, serta nilai-nilai sosial;
3.
Dari kekayaan social dan kewarganegaraan, meliputi: pandangan hidup
atau pendapatnya terhadap masalah-masalah social, politik, dan ekonomi.
Aspek-aspek tersebut masih dapat dirinci ke dalam hal-hal yang
lebih khusus yang disesuaikan dengan keperluan atau tujuan penilain.
B.
Tujuan dan
Prinsip Evaluasi Belajar
1.
Tujuan evaluasi belajar
Pertanyaan
pokok sebelum melakukan evaluasi ialah apa yang harus dinilai. Terhadap
pertanyaan ini kita kembali kepada unsur-unsur yang terdapat dalam proses
belajar-mengajar, yakni tujuan, bahan, metode dan penilaian. Tujuan sebagai
arah dari proses belajar mengajar pada hakekatnya adalah rumusan tingkah laku
yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman
belajarnya (Nana, 1989). [7]
Evaluasi
atau penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur
tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan
penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.
Adapun tujuan evaluasi dapat diuraikan sebagai berikut: Mendeskripsikan
kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan
kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya.
Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni
seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah
tujuan pendidikan yang diharapkan. Menentukan tindak lanjut hasil penilaian,
yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran
serta strategi pelaksanaannya. Memberikan pertanggungjawaban pihak sekolah
kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak yang dimaksud meliputi
pemerintah, masyarakat, dan para orang tua siswa.
Menurut Anas(1995), tujuan evaluasi pendidikan terdiri atas dua:
a.
Tujuan umum Secara umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan
ada dua, yaitu:
1)
Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai
bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para
peserta didik, setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu
tertentu.
2)
Untuk mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran
yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu.
[8]
b.
Tujuan khusus
Adapun yang
menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan adalah:
1)
Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program
pendidikan. Tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahan atau
rangsangan pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan
prestasinya masing-masing.
2)
Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan
ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga
dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara perbaikannya.
2.
Prinsip evaluasi belajar
Dalam mendesain
dan melakukan proses atau kegiatan evaluasi seorang guru hendaknya mempertimbangkan
prinsip-prinsip berikut:[9]
a.
Prinsip berkesinambungan (continuity)
Maksud Prinsip
ini adalah kegiatan evaluasi dilaksanakan secara terus-menerus. Evaluasi
tidak hanya dilakukan
sekali setahun atau persemester, tetapi dilakukan secara
berkelanjutan mulai dari proses pembelajaran dengan memperhatikan peserta
didik hingga ia tamat dari institusi
tersebut.
b.
Prinsip menyeluruh (comprehensive)
Prinsip ini
maksudnya adalah dalam melakukan evaluasi haruslah melihat keseluruhan dari
aspek berfikir (domain
kognitif),aspek nilai atau sikap (domain afektif), maupun aspek
keterampilan ( domain psikomotor) yang
ada pada masing-masing peserta didik.
c.
Prinsip objektivitas (objektivity)
Maksud dari
prinsip ini adalah bahwa Objektivitas artinya mengevaluasi berdasarkan keadaan
yang sesungguhnya, tidak
dipengaruhi oleh hal-hal lain yang bersifat emosional dan irasional.
d.
Prinsip valididitas (validity)
Validitas artinya
keshahihan yaitu bahwa
evaluasi yang digunakan
benar-benar mampu mengukur apa
yang hendak diukur atau yang
diinginkan. Validitas juga selalu
disamakan dengan ketepatan,
misalnya untuk mengukur partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran
bukan dievaluasi dengan melihat nilai ketika ulangan tetapi dilihat juga mulai
dari kehadiran, keaktifan dan sebagainya.
C.
Macam-Macam
Evaluasi Belajar
Pada prinsipnya, evaluasi hasil
belajar merupakan kegiatan berencana dan berkesinambungan. Oleh karena itu,
macam-macamnya pun banyak mulai yang sederhana sampai yang paling kompleks.
Diantara macam-macam evaluasi tersebut adalah sebagai berikut: [10]
1.
Pre-test dan Post-test
Kegiatan
pretest dilakukan guru secara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi
baru. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi saraf pengetahuan siswa mengenai
materi yang akan disajikan. Evaluasi ini seringkali berlangsung singkat dan
tidak memerlukan instrumen tertulis.Post test adalah kebalikan dari pre test,
yakni kegiatan evaluasi yang dilaksanakan guru pada setiap akhir penyajian
materi. Tujuannya adalah untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi
yang telah diajarkan.
2.
Evaluasi Prasyarat
Evaluasi
jenis ini sangat mirip dengan pretest. Tujuannya adalah untuk mengetahui
penguasaan siswa atas materi lama yang mendasari materi baru yang akan
diajarkan. Contoh: evaluasi penguasaan penjumlahan bilangan sebelum memulai
pelajaran perkalian bilangan.
3.
Evaluasi Diagnostik
Evaluasi
jenis ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan
tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa.
Evaluasi jenis ini dititikberatkan pada bahasan tertentu yang dipandang telah
membuat siswa mendapat kesulitan.
4.
Evaluai Formatif
Evaluasi
jenis ini kurang lebih sama dengan ulangan yang dilakukan pada setiap akhir
penyajian suatu pelajaran atau modul. Tujuannya adalah untuk memperoleh umpan
balik yamg mirip dengan evaluasi diagnostik, yakni untuk mendiagnosis
kesulitan-kesulitan belajar siswa. Hasil diagnosis tersebut digunakan sebagai
bahan pertimbangan rekayasa pengajaran remedial (perbaikan).
5.
Evaluasi Sumatif
Ragam
penilaian sumatif dapat dianggap sebagai ulangan umum yang dilakukan untuk
mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir periode
pelaksanaan program pengajaran. Evaluasi ini lazim dilakukan pada akhir
semester atau akhir tahun ajaran. Hasilnya dijadikan bahan laporan resmi
mengenai kinerja. akademik siswa dan bahan penentu naik atau tidaknya siswa ke
kelas yang lebih tinggi.
6.
Ujian Akhir Nasional (UAN)/ UN
Ujian
Akhir Nasional ( UAN ) yang dulu disebut EBTANAS ( Evaluasi Belajar tahap akhir
Nasional ) pada prinsipnya sama dengan evaluasi sumatif dalam arti sebagai alat
penentu kanaikan status siswa. Namun UAN dirancang untuk siswa yang telah
menduduki kelas tertinggi pada suatu jenjang pendidikan yakni sejak SD/MI dan
seterusnya.
7.
Evaluasi Penempatan
Evaluasi
jenis ini digunakan untuk mengetahui kemampuan setiap siswa, sehingga guru
dapat menempatkan siswa dalam situasi yang tepat baginya. Penempatan yang
dimaksud dapat berupa sebagai berikut:
a.
Penempatan siswa dalam kelompok kerja;
b.
Penempatan siswa dalam kelas, siswa yang memerlukan perhatian lebih
besar dalam belajar ditempatkan di depan, misalnya siswa yang kurang baik
pendengarannya. Atau siswa yang rabun
dekat maka ditempatkan di belakang;
c.
Penempatan siswa dalam kepanitiaan di sekolah;
d.
Menempatkan siswa dalam program pengajaran tertentu, misalnya
memilih program pengajaran atau keterampilan yang sesuai dengan kemampuan dan
minatnya.
D.
Kelebihan dan
Kelemahan Tes Essay dan Objektif
1.
Tes Subjektif / Uraian
Tes
subjektif pada umumnya berentuk essay (uraian). Tes bentuk essay adalah sejenis
tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau
uraian kata-kata.[11]
Menurut Asmawi Zaenul dan Noehi Nasution, tes bentuk uraian adalah butir soal
yang mengandung pertanyaan atau tugas yang jawaban atau pengerjaan soal
tersebut harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes. Ciri
khas tes uraian adalah jawaban terhadap soal tersebut tidak disediakan oleh
penyusun soal, tetapi harus disusun oleh peserta tes.[12]
Dalam tes uraian bentuk tesnya diawali dengan kata-kata seperti: uraikan,
jelaskan, mengapa, bagaimana, dibandingkan, simpulkan, dan sebagainya.
Soal-soal
bentuk uraian ini menuntut kemampuan peserta tes untuk dapat mengingat-ingat
dan mengenal kembali, dan terutama harus mempunyai daya kreativitas yang tinggi
dalam pengerjaannya.[13]
2.
Kelebihan dan Kelemahan Tes Subyektif
a.
Kelebihan-kelebihan Tes Subjektif
1)
Mudah disiapkan dan disusun;
2)
Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau
untung-untungan
3)
Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun
dalam bentuk kalimat yang bagus;
4)
Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan
gaya bahasa dan caranya sendiri;
5)
Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang
diteskan.
b.
Kelemahan-kelemahan Tes Subjektif
Kadar validitas
dan realibilitas rendah karena sukar diketahui segi-segi mana dan dari
pengetahuan siswa yang betul-betul telah dikuasai.
1)
Kurang representif dalam mewakili seluruh scope bahan pelajaran
yang akan di tes karena soalnya hanya beberapa saja (tebatas);
2)
Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subyektif;
3)
Pemeriksaannya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan
individual lebih banyak dari penilai.
4)
Waktu untuk koreksinya lama dan tidak dapat diwakilan kepada orang
lain.[14]
5)
Mudah menimbulkan kecurangan dan pemalsan jawaban.[15]
3.
Tes Objektif
Tes
Objektif adalah tes yang dibuat dengan sedemikian rupa sehingga hasil tes itu
dapat dinilai secara objektif, yaitu dapat dinilai oleh siapapun akan dapat
menghasilkan skor yang sama.[16]Karena
sifatnya yang objektif ini maka tidak perlu harus dilakukan oleh manusia.
Pekerjaan tersebut dapat dilakukan oleh mesin, misalnya mesin scanner.[17]
4.
Kelebihan dan Kelemahan Tes Objektif
a.
Kelebihan-kelebihan Tes Objektif
1)
Tes objektif lebih banyak mengandung segi-segi yang positif,
misalnya lebih representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih obyektif, dapat
dihindari campur tangannya unsur-unsur subyektif baik dari segi siswa maupun
segi guru yang memeriksa;
2)
Tes objektif lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat
menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi;
3)
Dalam pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang lain;
4)
Dalam pemeriksaan, tidak ada unsur subyektif yang mempengaruhi.[18]
b.
Kelemahan-kelemahan Tes Objektif
1)
Membutuhkan persiapan yang lebih sulit daripada tes esai karena
butir soal atau item tesnya banyak dan harus diteliti untuk menghindari
kelemahan-kelemahan yang lain;
2)
Butir-butir soal cenderung hanya mengungkap ingatan dan pengenalan
kembali (recalling) saja, dan sukar untuk mengukur kemampuan berpikir yang
tinggi seperti sintesis maupun kreativitas;
3)
Banyak kesempatan bagi siswa untuk spekulasi atau untung-untungan
(guessing) dalam menjawab soal tes;
4)
Kerja sama antar siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih
terbuka.[19]
[1]DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 895
[2]Winkel, W.S.Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.Hal.226.
Jakarta : Gramedia, 2007
[3]Winkel,W.S.Op.cit hal.26
[4]Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru.
Hal.5.Surabaya : Usaha Nasional, 1994
[5]Slameto.Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi.Hal. 60.
Jakarta: Rineka Cipta. 2010
[6]Syah,Muhibbin. Psikologi Belajar. Hal. 91 Bandung:Remaja
Rosdakarya.2008
[7]Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Remaja Rosda Karya. 1989.
[8]Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Grafindo
Persada.1995.
[9]Mardia Hayati, M.Ag, Desain Pembelajaran, Pekanbaru, Yayasan Pustaka
Riau,2009.hal.53
[10]Syah, Muhibbin 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung:PT Remaja
Rosdakarya
[11]Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2002). h. 163
[12]Eko Putro widoyoko, Evaluasi Progam Pembelajaran.(Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011) h. 78-79
[14]Suharsimi Arikunto, Op. Cit. h. 164
[15]Ngalim Purwanto, Prinsi-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran,
(Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 1994). h. 38
[16] Ngalim Purwanto. Op. Cit. h. 35
[17]Eko Purwo Widoyoko, Op. Cit. h. 49
[18]Suharsimi Arikunto, Op. Cit. h. 166.
[19]Eko Purwo Widoyoko, Op. Cit. h. 49-50
[1]DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia
[2]Sardiman.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Hal.22 cet.18.
Jakarta:Raja Grafindo Persada. 2011
[3]Syah,Muhibbin. Psikologi Pendidikan.Hal.90. Cet.18. Bandung:Remaja
Rosdakarya. 2013
[4]Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Hal.232 Jakarta:Raja
Grafindo Persada
[5]Slamento.Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.Hal.2.
cet.ke-5. Jakarta: Bhineka Cipta. 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar