A.Pengertian Teori Belajar
Belajar
merupakan ciri khas manusia yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang
dilakukan manusia merupakan bagian hidupnya dan berlangsung seumur hidup. Dalam
belajar, pebelajar yang lebih penting sebab tanpa pebelajar tidak ada proses
belajar. Oleh karena itu tenaga pengajar perlu memahami terlebih dahulu teori
belajar, karena membantu pengajar untuk memahami proses belajar yang terjadi
didalam diri pebelajar, dengan kondisi ini pengajar dapat mengerti
kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi, memperlancar atau
menghambat proses belajar.
Macam-macam teori belajar :
Macam-macam teori belajar :
1. Teori Behaviorisme
Behaviorisme adalah
suatu studi tentang kelakuan manusia. Timbulnya aliran ini disebabkan rasa
tidak puas terhadapa teori psikologi daya dan teori mental state. Sebabnya ialah karena
aliran-aliran terdahulu hanya menekankan pada segi kesadaran saja.
Menurut aliran
behaviorisme, bahwa:
1) The image and memories consist of activites engaged in by the
organism. We wake certain responses, we act and this activities are knnown as
images.
2) Behaviorism in psikology is merely the name for that type of
investigation and theory which assumes that men’s educational, vocation and
social activities can be completely described or explained as the result of
same (and other) forces used in the natural sciences.
Didalam behaviorisme
masalah matter (zat) menempati kedudukan yang
utama. Jadi, melalui kelakuan segala sesuatu tentang jiwa dapat diterangkan.
Dengan memberikan rangsangan (stimulus) maka siswa akan merespons. Hubungan
antara stimulus – respons ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis
pada belajar. Dengan latihan-latihan maka hubungan-hubungan itu akan
semakin menjadi kuat. Inilah yang disebut S-R Bond Theory.
2. Teori
Kognitivisme
Teori kognitif
adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah
kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat,menyangka,
memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada
konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa prosesbelajar
terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisiseseorang. Teori
belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar dari padahasil belajar itu
sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon,
lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yangsangat kompleks. Belajar
adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak
selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.Dari beberapa teori
belajar kognitif diatas (khusunya tiga dipenjelasan awal) dapat pemakalah ambil
sebuah sintesis bahwa masing masingteori memiliki kelebihan dan kelemahan jika
diterapkan dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas
memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi
lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam proses pendidikan.
Sebagai misal, Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki
sisi pembeda. Darisudut pandang Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa
justeru ada bahaya jika siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat
penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi
kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh
karenanya menurut teori belajarBermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas
membantu mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh
siswa namun tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna. Dari poin diatas dapat
pemakalah ambilgaris tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas,
meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat
diaplikasikan padakonteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk
menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem
pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara karakter
masing-masingteori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun
karakteristik peserta didiknya.
Ciri-ciriAliran Kognitivisme
·
Mementingkan apa
yang ada dalam diri manusia
·
Mementingkan
keseluruhan dari pada bagian-bagian
·
Mementingkn peranan
kognitif
·
Mementingkan kondisi
waktu sekarang
·
Mementingkan
pembentukan struktur kognitif
Belajar kognitif ciri
khasnya terletak dalambelajar memperoleh dan mempergunakan bentuk-bentuk
reppresentatif yang mewakiliobyek-obyek itu di representasikan atau di hadirkan
dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya
merupakan sesuatu yangbersifat mental, misalnya seseorang menceritakan
pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali
kenegerinya sendiri.Tampat-tempat yang dikunjuginya selama berada di lain
negara tidak dapat diabawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di
tempat-tempat itu. Padawaktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya
tanggapan-tanggapan, gagasan dantanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang
disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.
Teori Kognitivisme Menurut Beberapa Tokoh
a. JeanPiaget, teorinya disebut “Cognitive Developmental”
Dalam teorinya, Piaget
memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual danfungsi intelektual
dari konkret menuju abstrak. Dalam teorinya, Piage tmemandang bahwa proses
berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju
abstrak. Piaget adalah ahli psikolog developmentat karena penelitiannya
mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang
mempengaruhi kemampuan belajar individu. MenurutPiaget, pertumbuhan kapasitas
mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada.
Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif,melainkan kualitatif. Dengan
kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan
berbeda pula secara kualitatif.Menurut Suhaidi JeanPiaget mengklasifikasikan
perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap:
Tahapsensory – motor,yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada
usia 0-2 tahun, Tahap inidiidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang
masih sederhana.
Tahappre – operational,yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada
usia 2-7 tahun. Tahap inidiidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau
bahasa tanda, dan telahdapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang
agak abstrak.
Tahapconcrete – operational,yang terjadi pada usia
7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulaimenggunakan
aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada
karakteristik perseptual pasif. 4. Tahap formal – operational, yakni
perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok
tahapyang terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan
menggunakan pola pikir “kemungkinan”. Dalam pandangan Piaget, proses adaptasiseseorang
dengan lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua bentukproses,
asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang diterima
seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang
tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur kognitif yang
telahdimiliki seseorang harus direkonstruksi/di kode ulang disesuaikan dengan
informasi yang baru diterima.Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget
jugamenekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat
terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas
mentalnya. Equilibrasiini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara
asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar
dengan struktur dalamya.Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari
disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
b. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Bruner.
Berbeda dengan Piaget,
Burner melihatperkembangan kognitif manusia berkaitan dengan kebudayaan. Bagi
Bruner,perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan
kebudayaan,terutama bahasa yang biasanya digunakan.
Menurut Bruner untuk
mengajar sesuatu tidakusah ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu.
Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan
padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat
ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya
sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner yang terkenal
dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang
sama dapat diberikan mulaidari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi
disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang
terbaik menurut Bruner iniadalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan
melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan. (discovery
learning).
c. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel
Yang memandang bahwa
Proses belajar terjadijika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang
dimilikinya dengan pengetahuanbaru yang dimana Proses belajar terjadi melaui
tahap-tahap:
1). Memperhatikan stimulus yang diberikan
2). Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakaninformasi yang sudah
dipahami.
Menurut Ausubel siswa
akan belajar denganbaik jika isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian
dipresentasikan denganbaik dan tepat kepada siswa (advanced organizer), dengan
demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced
organizer adalahkonsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran
yang akandipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat
yaitu :Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari.Berfungsi
sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari danyang akan
dipelajari. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secaralebih
mudah.
3. Teori
Konstruktivisme
Teori Konstruktivisme didefinisikan
sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu
tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori
behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat
mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih
memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan
pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari
guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa
yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana
terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan
sehingga terbentuk suatu skema yang baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang
lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan
dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar
juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan
strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir
seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi”
atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan
pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah
sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui
pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti
guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap
individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan
yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap
individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama
tersimpan/diingat dalam setiap individu.
Adapun
tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
1. Adanya motivasi
untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan
kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari
sendiri pertanyaannya.
3. Membantu siswa
untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang
mandiri.
5. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan
dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget.
Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori
perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak
untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir
hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi
dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada
tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi,
1988: 132).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama
(Dahar, 1989: 159) menegaskan
bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan,
akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi
baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988:133).
Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi
pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema
yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa
siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan
sosial. Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial
(Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper,
1998).
Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu
Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.
Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat
perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan
masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan
sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau
melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa
selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan
memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar
setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997).
Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk
belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk,
dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan,
memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu
belajar mandiri.
Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat
konstruktivis sosial) disebut pendekatan konstruktivis sosial. Filsafat
konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak bersifat absolut dan
mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan pengajuan
masalah (problem posing) oleh manusia (Ernest, 1991). Dalam pembelajaran
matematika, Cobb, Yackel dan Wood (1992) menyebutnya dengan
konstruktivisme sosio (socio-constructivism), siswa berinteraksi dengan guru,
dengan siswa lainnya dan berdasarkan pada pengalaman informal siswa mengembangkan
strategi-strategi untuk merespon masalah yang diberikan.
Karakteristik pendekatan konstruktivis sosio ini sangat sesuai dengan
karakteristik RME.
Ciri-Ciri Pembelajaran Secara
Konstuktivisme
Adapun
ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:
1. Memberi peluang kepada murid membina
pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
2. Menggalakkan soalan/idea yang
dimulakan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
3. Menyokong pembelajaran secara
koperatif mengambil kira
sikap dan pembawaan murid.
4. Mengambil kira dapatan kajian
bagaimana murid belajar sesuatu ide.
5. Menggalakkan & menerima daya usaha
& autonomi murid.
6. Menggalakkan murid bertanya dan
berdialog dengan murid & guru.
7. Menganggap pembelajaran sebagai suatu
proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
8. Menggalakkan proses inkuiri murid
melalui kajian dan eksperimen.
4.
Teori Humanistik
Pengertian
humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia
pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu
pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dala pendidikan. Dalam
artikel “What is Humanistik Education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah,
kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria.
Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik dalam
pendidikan. Ide mengenai pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.
1.Arthur Combs (1912-1999)
Bersama
dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia
pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering
digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa
memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan
mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi
karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan
penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain
hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan
memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan
mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah
perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang
ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat
bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar
apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal
arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah
bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi
pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya. Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang
seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu.
Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2)
adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri
makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai
sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di
dalam diri individu ada dua hal :
(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang
(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2)
kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow
mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai
perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk
mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan
sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih
maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke
arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat
menerima diri sendiri(self).
Maslow
membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila
seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis,
barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah
kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia
menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan
oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan
motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum
terpenuhi.
Carl Ransom Rogers (1902-1987) lahir di Oak Park,
Illinois pada tanggal 8 Januari 1902 di sebuah keluarga Protestan yang
fundamentalis. Kepindahan dari kota ke daerah pertanian diusianya yang ke-12,
membuat ia senang akan ilmu pertanian. Ia pun belajar pertanian di Universitas
Wisconsin. Setelah lulus pada tahun 1924, ia masuk ke Union Theology Seminary
di Big Apple dan selama masa studinya ia juga menjadi seorang pastor di sebuah
gereja kecil. Meskipun belajar di seminari, ia malah ikut kuliah di Teacher
College yang bertetangga dengan seminarinya.
Tahun
1927, Rogers bekerja di Institute for Child Guindance dan mengunakan
psikoanalisa Freud dalam terapinya meskipun ia sendiri tidak menyetujui teori
Freud. Pada masa ini, Rogers juga banyak dipengaruhi oleh Otto Rank dan John
Dewey yang memperkenalkan terapi klinis. Perbedaan teori yang didapatkannya
justru membuatnya menemukang benang merah yang kemudian dipakai untuk
mengembangkan teorinya kelak.
Tahun
1957, Rogers pindah ke Universitas Wisconsin untuk mengembangkan idenya tentang
psikiatri. Setelah mendapat gelar doktor, Rogers menjadi profesor psikologi di
Universitas Universitas Negeri Ohio. Kepindahan dari lingkungan klinis ke
lingkungan akademik membuat Rogers mengembangkan metode client-centered psychotherapy.
Disini dia lebih senang menggunakan istilah klien terhadap orang yang
berkonsultasi dibandingkan memakai istilah pasien. Rogers membedakan dua tipe
belajar, yaitu:
- Kognitif (kebermaknaan)
- experiential ( pengalaman atau
signifikansi)
Sumber :
Slavin, Robert E. (2000). Educational Psychology: Theory and Practice.
Massachusetts:
Allyn & Bacon Publishers.
http://www.psikologikepribadian1.net/2011/03/teori-belajar-behavioristik-kognitif.2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar